Till Our Paths Cross Again…

Baru jam 5:15 sore dikantor, tapi kali ini saya bergegas pulang cepat sesudah minta izin sama line manager. Buru2 saya panggil taksi, sementara cuaca mendung sekali, daun2 berterbangan dan langit gelap. Harusnya saya malah sudah izin jam 5:00 untuk bilang “Goodbye” sama Triza, karena dia sudah harus berada di airport jam 6:30an, untuk kembali ke Kenya. Tapi apa hendak dikata; ada  syuting komersil salah satu proyek yang harus dicek sebentar.

Tidak sampai 10 menit saya sudah sampai di rumah. Seturun dari taksi, Triza langsung histeris keluar dari taksi yang sudah hampir membawanya berangkat ke airport. Ya, sedikit drama kali ini. Kami berlari dan berpelukan. Terisak saya mengucap farewell kepadanya,

“Have a safe journey back home.. my dear.. pls let me know once you’re landed in Kenya.. send my regards to Sam.. take care and keep in touch..”

“Ofcourse! I will let you know.. we connect thru Skype and Office Communicator.. send me your wedding picture later.. “

Lalu kami berpelukan lagi. Demi resepsionis apartemen dan supir taksi yang masih menunggu, kami akhirnya melepas satu sama lain dengan mata berkaca2. Triza akhirnya pergi, dan saya memandangi taksi yang membawanya hingga bayangannya hilang di sudut jalan.

***

Malam tanggal 30 November 2011 saya tiba di Golden Ant Hotel Vietnam, hotel kecil dimana saya akan menetap selama 6 bulan kedepan. Ternyata bukan cuma saya saja yang dikirim kesini untuk secondment. Triza dari Kenya, dan Diana dari Nigeria, juga dikirim dari Unilever ISA untuk belajar Customer Development di Vietnam. Dan merekalah yang menyambut saya ketika saya tiba di Vietnam pertama kali; mengingatkan saya untuk melihat arah motor sebelum menyeberang, untuk turun dari sebelah kanan jalan saat naik taksi, atau untuk turun dari sebelah kiri motor agar betis tidak kena knalpot panas (seperti yang mereka alami) karena disana left-driving. Saya harus akui, Vietnam adalah negara tersulit bagi saya selama dirotasi. Selain karena faktor orang2nya yang jarang mengerti English, tekanan2 kecil juga datang dari faktor makanan yang kurang bisa dinikmati sebagian orang), transport yang terbatas (kalau tidak punya motor), dan kenyataan bahwa kerja di kantor pun serasa asing karena hampir di setiap meeting, tim akan berbahasa Vietnam. Sekeras2nya foreigner belajar Bahasa Vietnam, selalu ada saja yang tidak akan bisa dimengerti saat mereka bicara dengan cepat dan tone yang bercampur (ada 6 tone yg berbeda).

Semua ini membuat saya, Diana, dan Triza jadi seperti 3 musketeers. Naik taksi sama2 dari hotel dan saling menunggu satu sama lain supaya bisa share taksi, sarapan bareng, masak bareng saat bosan dengan makanan Vietnam, wiken bersama, shopping bersama dengan Bahasa Vietnam ala kadarnya, berantem, saling meminjam barang2, dan berbaikan lagi, dll. Kami saling melengkapi.

Hingga hari ini saat saya mengetuk pintu kamar Diana dan mengucap “Selamat Jalan”, lalu berangkat ngantor dan naik taksi sendiri, baru saya sadar bahwa saya kehilangan. Bahwa 2 bulan kedepan–hingga akhir Mei–saya masih akan berada disini dan sendirian.  

Saya benci perpisahan, saya yakin semua orang juga benci. Tapi sebanyak kita benci terhadap perpisahan, sebanyak itu pula kita belajar mengenang manisnya hal yang telah berlalu. Bahwa sesuatu atau seseorang yang pernah ada dan hadir menjadi bagian hidup kita baru terasa maknanya kadang sesudah bagian itu hilang dari hidup kita. Sebanyak itu pula saya tersadar, betapa hal2 yang kita jalani, kita miliki, adalah fana dan suatu saat; siap atau tidak siap, harus kita lepas.

Safe journey back home, Diana and Triza. Till our paths cross again…

May The Good Lord bless and keep you, whether near or faraway..

fill your dreams with sweet tomorrow, never mind what might have been

May The Good Lord bless and keep you, till we meet again..

Ho Chi Minh. March 28.2012

 

Leave a Reply