Salah satu fase peralihan yang paling esensial dalam hidup adalah : cari rumah. Gampang-gampang susah, susah-susah mudah, seperti cari pacar. Chemistry harus ada. Kenyamanan begitu mahal harganya. Dan inilah harga yang kita bayar.
***
Nggak kerasa, 6 bulan berakhir di Singapore dan waktunya buat saya cari ‘rumah’ sendiri. Sebelumnya, kita se-batch ditempatkan di sebuah serviced apartment dimana hidup begitu mudah, segala sesuatu tersedia, maid akan datang 3x seminggu buat bersih2, handuk diganti, seprei diganti, dimana somehow saya merasa seperti saya tidak begitu terampil lagi sebagai wanita; karena kalau saya yang bersih2, si maid jadi tidak bekerja. Dan–di apartemen seperti ini, nggak banyak yang bisa diubah. Semuanya barang pinjaman, dan harus dijaga supaya tetap putih tidak bernoda. Sense of belongings-nya jadi nggak kerasa. Saya merasa kayak tinggal di hotel. Dimana temanya adalah kaku, keterbatasan, kenyamanan tingkat tinggi, dan tentu saja–sewa yang nggak kalah tinggi 🙂
Cerita ini kemudian menuntun saya ke satu hari dengan pengalaman viewing HDB. Di point ini, saya nggak menargetkan untuk sewa condo, supaya bisa nabung untuk masa depan 🙂 Nah, HDB adalah Housing & Development Board, public housing authority dibawah Ministry of National Developmentnya Singapore. Untuk cari HDB, kita pakai agen yang punya database HDB yang available, dan mereka akan kasih referensi, HDB mana yang cocok sama preferensi kita. Tentu saja kita harus bayar agen, yang charge-nya bervariasi antara 1/2 sampai 1 bulan harga sewa HDB. Mulailah petualangan saya viewing dimulai. Sesudah viewing sekitar 6 hari non stop, belom ada juga yang ‘click’ sama hati nurani saya yang paling dalam. Sebenarnya ada 1 tempat yang benar2 membuat saya jatuh cinta : HDB di segitiga hal2 yang lovely : saya menyebutnya Segitiga Cinta : mesjid, community centre, dan taman-Mount Faber Park. Ini kayak lokasi Limited Edition yang susah sekali didapat, di lokasi lain di Singapore, yang mayoritas viewnya adalah gedung2 tinggi semua. Harganya cuma 1/10 dari salary saya, sangat murah. Cuma, si tenant maunya sharing kamar. Dan atas nama privacy, saya jadi mikir2 lagi 🙁 Hingga akhirnya di suatu hari yang cerah di tanggal 20 bulan Februari, saya janjian untuk viewing 5 HDB sekaligus dalam sehari. Benar kata saya, dalam kondisi tertekan dan ngejar deadline, hidup memang lebih terpacu, haha!
HDB 1
Jam 8 pagi. Wah, nggak ada kasurnya. Tapi ada meja besar, meja kecil, kursi, lemari, AC, furnished, SGD 700. Saya harus beli kasur sendiri, tapi sesudah saya analisis tata ruang, nggak mungkin saya masukin kasur dengan space yang tersisa, sementara ownernya nggak mau kalau meja besarnya dikeluarkan saja. Tidak ada space, katanya. Sementara itu, apalah arti sebuah kamar kalau nggak ada kasur, bukan tempat tidur namanya, tapi tempat yoga 🙂 Masa tidur di lantai? Atau tidur di meja? 🙂
HDB 2.
Jam 9 pagi. Seorang nenek Chinese menyambut saya dengan bahasa tubuh yang sangat welcome :
“Xin Nian Huai Le, Gong Xi, Gong Xi”, katanya. Kemudian dilanjutkan dengan obrolan dalam bahasa Chinese.
“Sorry, I couldnt speak Chinese, my grandfather was Chinese but I couldnt speak. Do you speak English?”, saya bilang. Si owner lantas menatap saya dengan tatapan kosong, hahaha.
Lantas agent menengahi, “Even little little can not ha?”, ke saya.
Saya jawab, “No, I really can not speak Chinese. But I’m willing to speak Chinese, so maybe this is my great opportunity to learn from you, auntie”, dan si Auntie menepuk pundak saya. “OK Laa..” katanya, tanpa saya yakin apakah dia mengerti yang saya bilang. Viewing berjalan aman terkendali, so far so good, kamarnya bersih, fully furnished, AC, dan yang paling penting adalah bahwa lokasinya hanya 1 blok di belakang Plaza Tiong Bahru, dimana saya cuma perlu jalan 2 menit menuju bus stop yang membawa saya ke kantor. Disini, saya bercengkerama lebih lama dengan ownernya. Karena saya perlu ngobrol ke agent, agent translate ke dia, dia ngobrol, agent translate ke saya. Hahaha. Harganya : SGD 680. Not bad. Tapi nggak boleh masak. Sama sekali. Sementara salah satu resolusi saya tahun ini adalah mengembangkan keterampilan masak memasak, dalam rangka membahagiakan suami dan bisnis makanan keluarga, kelak. Lagian, sebagai mahluk sosial yang tidak robotik, komunikasi adalah salah satu kepentingan buat saya, dan dalam hal ini adalah komunikasi dengan owner. Bagaimana saya mencipta chemistry jika kami berbicara dalam bahasa yang berbeda? :(Ah, memang nggak ada yang sempurna.
HDB 3
Jam 5 sore. Agent yang ini membawa saya ke daerah yang dekat dengan Segitiga Cinta. Tapi tampaknya si agen ini aji mumpung, harusnya dia membawa saya ke 1 tempat saja, malah membawa saya ke 3 tempat. Buat saya sih nggak masalah, tokh jadi lebih banyak pilihan. Yang nggak berkenan adalah bahwa dia membawa saya ke tempat yang nggak sesuai preferensi. Masuk ke sebuah HDB tua, seorang Ibu2 yang sedang menyetrika pakaian segera menyambut dengan ceria. Dua orang putrinya, mungkin usia 12 dan 14, segera menyambut saya dengan nggak kalah ceria. Kita lantas viewing. Kamar sih OK. Semua OK. Tapi kemudian yang mengganjal, jika di unit tersebut ada 2 kamar; 1 kamar sudah disewa tenant lain, dan 1 kamar lagi akan disewakan ke saya, lantas keluarga ini tidur dimana? Ibunya pun menjawab, dengan English yang tertatih2.. “my daughters sleep here.. (menunjukkan sofa) “and I sleep here..”(menunjukkan kursi di sebelah meja seterika). Astaghfirullah, betapa saya ingin membantu keluarga ini, nggak tega rasanya. Beban ekonomi mengharuskan mereka menyewakan kamar yang ada, sementara mereka nggak tidur di kamar. Saya jadi mau nangis di tempat. Nggak mungkin saya tinggal disana; dengan keadaan saya enak2 tidur di kamar, dan mereka di luar. Saya pun segera beranjak. Semoga Allah memberikan solusi terbaik buat keluarga ini, mungkin bukan via saya. Sepanjang perjalanan, saya kepikiran terus.
HDB 4
Jam 6 sore. Seorang pria gendut penuh tattoo dengan perut buncit telanjang-cuma pake celana pendek menyambut saya. Saya udah bad feeling saja, saat melihat di HDB 3 kamar tersebut, beliau menjelaskan bahwa tempat tersebut adalah yang paling bagus sedunia buat saya. Saya mengangguk2 saja, senyum2. Kemudian beliau menjelaskan bahwasanya di rumah tersebut tinggal 9 orang pria (berarti 1 kamar dihuni 3 orang?) dan mereka semua sangat dekat satu sama lain. Ah, tempat ini good for nothing, dalam hati saya. Saya bilang bahwa saya masih harus viewing, jadi saya akan mempertimbangkan dulu, sebelum akhirnya pria tersebut seperti setengah memaksa, kembali meyakinkan bahwa tempat tersebut adalah yang terbaik dan saya akan menyesal jika tidak langsung kasih deposit. Oh, God. Di titik ini bakat negosiasi saya benar2 keluar mencapai puncak, saya akhirnya bisa keluar dari kamar tempat saya viewing, beranjak keluar. Ternyata perjuangan belum selesai. Di ruang tamu yang penuh dengan kasur, beliau kembali mengatakan bahwa dia bisa memberikan apapun buat saya: mau masak boleh, pake kulkas boleh, mesin cuci boleh, semua boleh, bahkan hidupnya pun akan diberikan buat saya! Saya mengernyit, apa yang membuat orang ini begitu dramatis dan putus asa? Apakah hidupnya memang penuh penolakan, sehingga ia seperti tidak punya satu kualitas lain yang bisa dibanggakan? Setengah menangis, beliau menceritakan 2 orang anaknya yang sekarang sudah berusia 23 dan 26 tahun yang sudah pergi entah kemana, tidak pernah menjawab telepon, dan istrinya pun meninggalkannya. “26 years I grew them up and now this is what they do to me.. there’s no body care about me anymore so I give my life to you..” Dengan susah payah akhirnya saya keluar dari tempat itu.
HDB 5
Wanita Chinese single berusia 40an yang living alone, nggak bisa bahasa Ingrris sama sekali. Yang menarik adalah bahwa di rumah wanita ini, ada foto pria yang masih ada lilin dan dupanya, plus karangan bunga. Tampak beliau yang di foto baru meninggal. Saya nggak yakin dengan itu. Dan dia bercerita pada si agen dengan mata berkaca2. Pilu.
Ah, Tuhan. Memang berbagi cara Engkau tunjukkan buatku belajar. Saya yang tadinya condong ke HDB 2 yang sangat nyaman, kemudian memikirkan ulang HDB yang berada di segitiga cinta itu. Saya nggak keberatan sharing kamar. Jika tadinya saya membatasi diri saya atas nama privacy, saya jadi memikirkan kembali, keluarga yang nggak tidur di kamar itu, atau yang 1 whole unit di isi 9 orang. Room mate saya di segitiga cinta adalah orang Indonesia Chinese. Semoga saya nggak pernah kekurangan ide untuk menyesuaikan frekuensi saya dan dia. Apalah privacy. Tokh dipandang dari atas sana, nggak ada yang bisa kita tutupin. Dan satu doa saya : semoga semakin banyak jiwa yang terbantu. Saya membayar lebih sedikit untuk akomodasi, berarti saya harus bayar lebih banyak untuk investasi. Investasi akhirat 🙂