BALI. Balik lagi ah..

Papan bertuliskan ,”Miss Yessi Pratiwi” membuat saya senyum2 menemui Mas2 yang menjemput saya di Bandara Ngurah Rai. Tentu saja saya terperangah dengan wajah2 ramah, sumringah, yang, ah, saya cinta sekali-lah. Haha! “Sendiri saja Mbak?”, kata mereka. “Yup”, saya jawab. Iya, saya jalan sendiri–saat semua orang ke Bali bersama pasangan buat memadu kasih. Kakak saya bekerja di Bali tapi posisi kami berpijak di Bumi sedang nggak match, gara2 saya sempat ganti jadwal pesawat. Beliau berada di Jakarta, . Ya sudah, kapan lagi bisa hidup mandiri sendiri dan berdikari? 🙂 Di bagian ini, saya menyebutnya–lagi lagi escape. Escape dari dunia bisnis yang penuh sandiwara. Escape dari manusia lain. Entah, mungkin dalam kamus saya sekarang, ini juga bagian dari kebebasan.

Nggak berapa lama kemudian, for once in a lifetime, saya mendengar Secret Gardennya Bruce Springsteen dari tape mobil APV yang membawa saya menuju hotel. Lagu jadul favorit saya tiba2 mengalun manis di telinga! Saya senyum2 dalam hati. Bonus yang ga disangka. Voila, bener2 rasanya Bali menyambut saya dengan cinta. Perjalanan saya kali ini pasti penuh bahagia 😉

Hari pertama-kedua-ketiga selama di Bali, saya habiskan bersama guide dari travel tour yg berbeda. Ganti2 pasangan, haha. Bangun pagi, sarapan, diculik sama mobil dan Wayan Suta sama Made Widana di hari pertama, Ketut di hari kedua, dan Kadek Boms di hari ketiga. Saya diceritain banyak hal, salah satunya tentang urutan nama anak di Budaya Bali, dimana anak pertama namanya Wayan, kedua Made, ketiga Nyoman, dan keempat Ketut. Kelima, balik lagi ke urutan pertama. Wow wow, pantas saja sepanjang saya kenalan sama orang2, namanya banyak yang sama 🙂

Hari pertama lihat Barong dan Kris Dance di Batubulan, lanjut ke Tohpati lihat gadis2 Bali membatik, lanjut lagi ke Celuk Gianyar lihat pembuatan emas dan perak tradisional. Next, ke ‘galeri pribadi’ Wayan Mardiana, pelukis Bali. Saya ndak sempat foto sama beliau yg tampak sibuk melayani pembeli. Tapi cukup puas ngobrol sama ponakan beliau yang pelukis juga dan mengajak saya keliling galeri. Yang berkesan selanjutnya adalah Kintamani, makan di roof top sebuah restoran dengan view Batur volcano sama danaunya yang aduhai. Nggak sampe disitu aja, seorang pria lantas menghampiri saya menawarkan jasa tattoo temporer, saya pun tergoda! Kintamani jadi saksi hadirnya kupu2 hitam yang hinggap di kaki kanan 🙂

Puas ke Kintamani, foto dulu di Rice Terrace, menyaksikan hijaunya lahan padi yg menyejukkan mata, lanjut ke air terjun di Gitgit. Lepas dari sana, peraduan terakhir adalah Tanah Lot, menyaksikan sunset jingga yg beradu dengan deru ombak dan hembusan angin. Sempurna. Malam itu pun ditutup dengan Kecak Dance dan dinner di tepi Pantai Lot. Energi naik 45%, blood toxicity turun 5%, wkwk.

Hari kedua dan ketiga nggak kalah seru. Lihat Kecak lagi di Uluwatu dan jadi saksi salah satu mahakarya Tuhan paling indah sejagat raya–sunsetLittle Prince pernah bilang, “When one is that sad, one can get to love the sunset“. Saya nggak sedang sedih. Tapi sunset itu seperti sanctuary, sejak zaman dimana seorang Echi kecil suka berandai2 dan menggambari dinding kamarnya dengan aneka rupa. Menyaksikan sunset seperti moment dimana kita menceritakan semua tanpa berucap sepatah kata. Semuanya terjawab, walaupun nggak ada yang bertanya. Malam kedua ditutup dengan makan di Jimbaran. Lagi2, nggak terungkap suasananya. Makan di atas pasir putih ditemani temaram lilin, deru ombak, citylight sepanjang pantai, plus bonus bintang2 yang berkerlip di langit. Adakah hal lain yang bisa menjadikannya lebih sempurna? Di hari kedua, energi naik 25%, blood toxicity turun 25% 🙂

Hari ketiga, harinya NusaDua. Diving dan nemuin temen2 di dasar laut, parasailing, dan ke Pulau Penyu. Baiklah–saya kasih tau sebuah rahasia. Sebenernya setiap kali masuk ke air, saya selalu takut dimakan ikan besar kayak Ikan Pauss, takut dimakan. Bagaimanapun, saya selalu menginginkan kematian yang indah (Amin), dan dimakan ikan paus bukan salah satunya, huehehe! Di akhir hari ketiga, energi naik 55%, blood toxicity turun 55%!

Akhirnya, berdekatan dengan alam-selalu menjadi stok energi positif lagi. Saya pulang dengan hati bahagia. Seandainya ada teropong yg bisa lihat kedalam hati saya sehingga transparan dari luar, mungkin kelihatan isinya adalah bunga bunga dan bintang2. Planet saya ceria kembali. Sekarang, semua bisa tumbuh subur dan bermekaran. Tapi lebih dari itu, bagian yang terkenang lekat adalah ketulusan. Orang2 Bali, yang berpikir sederhana, yang bermatapencaharian sebagai roda wisata, yang selalu bilang Om Swasti astu, yang nggak keberatan namanya sama dengan ratusan orang lain, yang tulus dan damai. Seketika saya seperti diingatkan untuk kembali ke state dimana kita nggak perlu berpikiran kompleks, takut ini takut itu. Seperti diingatkan lagi bahwa kita cuman perlu mencari hal2 sederhana dalam hidup, yang dikemudiam hari kita temukan sebagai hal yang membuat hidup kita lebih bermakna–buat diri sendiri dan orang lain. Temanya, bersahaja. Saat cukup adalah cukup, dan kita berteman dekat dengan alam.

Sesederhana itu kok, Bali. Makanya, jika saya seorang teroris yang ngebom Bali, saya pasti jadi orang paling menyesal di neraka–untuk mengakhiri hidup orang2 tulus dan mencipta kebencian dari segala penjuru dunia.

Tagged

4 thoughts on “BALI. Balik lagi ah..

  1. batari says:

    asyik banget sih chi! jalan-jalan sendirian. i envy youuu. kapan2 bareeng ya liburannya 🙂

  2. galuh says:

    kamu ikut paket tour ke Bali yah??
    Berapa gitu??
    Kayaknya pemanfaatan waktunya bisa maksimal
    Pengeeen…

  3. arif says:

    wah,… echi keren..
    terlihat sangat menikmati keelokan Bali, menikmati perjalanan yang sendiri.
    pengen deh suatu saat bisa jalan-jalan seperti itu.

    oia, thanks buat dinner kita di Esplanade, di sela-sela kelelahanmu 🙂
    kapan-kapan semoga ketemu lagi.

  4. mare says:

    hahaha senang anda bisa menikmati bali

    salam dari sy orang bali .

Leave a Reply